Wednesday, November 28, 2007
Bintang Gak Selalu Terang
Komputer ngadat lagi, loadingnya lama banget. Satu jam ditunggu masih gak ke buka juga windowsnya. Rena ketiduran, dibiarkan komputernya terus menyala, jam 3.35 pagi baru terbangun. Pandangannya langsung menuju pada komputer itu, gila sahutnya baru jam segini windowsnya kebuka. Rena ambil flash disk dan memindahkan semua data yang ada di PC itu.

Jam 4.45 pagi Rena mandi, lalu sholat, bikin sarapan dan berangkat kerja. Sampe kontor jam 8 pagi. Syukurlah hari ini gak siang-siang amat sampe kantor, secara lebih memilih jalan fatmawati, semacet-macetnya tapi gak segila macet di daerah pondok indah. Sial perut kok mules lagi ya, dalam hati hanya berdoa duh jangan sampe deh kayak waktu itu sampe mau semaput di jalan. Untung aja udah deket kantor, langkahnya pun melaju cepat.

Rena Rena, teriak salah satu temannya, gimana kemaren jadi datang gak, tanyanya. Duh, gue gak jadi datang, kemaren tuh buang-buang air terus, malah semalem bokap sampe ke dokter, sama sakitnya ma gue. Loh kok bisa, emang salah makan apa, tanyanya. Kayaknya gara-gara makan semangka jadi gitu, jawab Rena. Rena tau karena ketidakhadirannya ke acara itulah, yang bikin Felix ngambek berat sampe saat ini. Entah apa yang ada dipikirannya sampai seperti itu.

Beberapa hari ini, kerjaan padat banget. Jam 18.15 baru bisa pulang kantor, padahal biasanya jam 16.00 tenggo. HP nya bunyi, pesan dari Teteh Nina minta ditelpon. Ada kabar gembira bahwa Rena bakalan nambah ponakan lagi, secara saat ini Teteh Nina positif hamil. Teteh bilang perasaannya saat ini antara senang dan takut, senang karena bakal punya baby lagi, takut karena masih trauma waktu kelahiran anak pertama yang susah.

Teteh nanya, kapan Rena nikah, dia juga nganjurin Rena untuk buruan nikah, katanya biar ntar hamilnya bareng, biar bisa ngadu perut. Ha ha ha, Rena jadi tertawa mendengar gurauan itu. Rena hanya bilang, kalau soal nikah aku gak mau jawab, gak tau lah, nanya yang lain aja. Mendengar itu Teteh ngerasa aneh, kok gitu jawabnya. Rena kembali bilang, kalau aku jadi nikah pasti aku kasih tau deh. Kamu kenapa Ren, ada masalah ya, ucap teteh. Gak juga sih, jawab Rena. Hanya saja Bintang Gak Selalu Terang.

Teteh bilang kalau ntar anaknya cowo mau dikasih nama Moh. Athran, nama yang bagus ucap Rena, tapi gimana kalau ditambahain Al-Ghanniy, salah satu Asmaul Husna yang artinya Maha Kaya. Tadinya kalau Rena one day punya anak cowo pengen ngasih nama ini. Teteh Nina kayaknya suka dengan nama itu juga, dia bilang gimana kalau ntar anakku cowo namanya Al Ghanniy Athran aja. Rena setuju banget, menurutnya nama seorang anak itu harus baik artinya dan juga ada doa didalamnya.

[behaves so silent]
Monday, November 19, 2007
Bintang Yang Terang
Setiap hari setiap detik, Rena bersyukur karena hidup yang penuh warna-warni ini. Hidup Rena adalah gambaran sebuah pelangi, seperti itu Rena melihatnya. Rena menikmati saat dirinya sedih saat dirinya bahagia, saat dirinya remuk redam dan saat dirinya berbunga-bunga. Kalau ditanya, bisakah Rena menghitung semua nikmat yang Allah berikan selama ini, rasanya dia tidak akan mampu menjabarkannya. Saat Rena bisa menerima kekurangan dan kelebihan dirinya, saat itulah Rena lebih menghargai sebuah kehidupan. Semua selalu Rena kembalikan kepada yang Maha Hak atas hidupnya.

Dulu saat hatinya remuk redam, Rena pikir tidak akan mungkin hati ini kembali berbunga-bunga. Namun kini justru sebaliknya, Allah membuktikan bahwa prasangkanya adalah salah. Pada awalnya, lagi-lagi Rena pikir pastilah ini hanya perasaan biasa. Justru yang biasa ini, membawa Rena pada hubungan emosional yang dalam. Dalam beberapa hal karakter Rena dan dia jauh berbeda, dia selalu mengatakan Rena orang yang keras, dan menurut Rena dia tipe idealis. Pada suatu titik, Rena sulit menerima karakternya, hingga Rena tak lagi berkeinginan untuk menjalaninya. Dia mengatakan semuanya butuh proses, sampai kata-kata sakti itu keluar dari mulutnya seraya meyakinkan Rena. Sampai saat ini, kata-kata itulah yang Rena yakini terus menerus di dalam hati, bahwa dia tulus menyayangi dan mencintainya.

Sesungguhnya Rena tidak mudah mengungkapkan apa yang dirasakannya, tapi saat ini Rena ingin berbagi bahwa kemarin saat Rena menemaninya, menatapnya, hatinya terus berkata “saya ingin mimpi itu terwujud dihari nanti, dan disisinyalah saya kan selalu hadir”. Sadar kehadirannya sangat berarti, dan karena kelebihan dan kekurangannya lah Rena tulus menyayanginya, mencintainya.

Coba kau tunjuk satu bintang
Sebagai pedoman langkah kita
Jabat erat hasil karyaku
Hingga terbias warna syahdu
Akan ku ukir satu kisah tentang kita
Dimana baik dan buruk teranggkum oleh indah
Akan ku cerna semua karya cipta kita
Dimana hitam dan putih terbalur hangatnya cinta
Jika mimpi terwujud dihari nanti
Disisimu selalu hadirku

[Bintang yang terang jadi pedoman]
Friday, November 09, 2007
Flat
Feeling so flat, itu yang Rena rasakan. “Seandainya aku diberikan begitu banyak pilihan untuk hidup ini, mungkin semuanya kan baik-baik saja. Suka tidak suka Rena harus menentukan pilihan”, dalam hatinya bicara. Terlintas dalam pikirannya akan semua perkataan yang mencubit hati. Perasaan tersudutkan, memohon tuk sedikit saja dimengerti. Lelah hati lelah raga, kerap ragu itu datang, berhenti disini atau terus berjalan meski tak tau kemana arah tujuan. Dua sisi hidup yang kadang jauh dari harapan, meski sudah sekuat tenaga berusaha, kadang masih saja tak dianggap berarti. Mungkin ini takdir, drama kehidupan ini harus tetap dimainkan. Rena tau apa yang dilakukannya, semua ini memang proses, inilah caranya tuk mengetahui sosok itu. “Aku hidup untuk saat ini, detik ini, karena hari esok ku tak pernah tau. Seharusnya Allah lah yang dicintai melebihi apapun didunia ini. Pasti hati kan tenang dan ikhlas, karena Allah tulus mencintai Umat-Nya”.

“Aku harus kuat”, ucapnya tuk semangati diri. Kakinya terus berlari, sial ternyata penuh banget. Rena urung manaiki bus itu. Nafasnya pendek, langkahnya lemah, berjalan terus berjalan. “Kalau bukan karena side job, gak bakalan dibela-belain pulang malam” hatinya berucap. “Cek .. cek ..., manis mao kemana? Pulang kerja ya?” setiap melintas di segerombol cowo-cowo iseng seputar terminal, pasti kata-kata itulah yang terlontar kearahnya. Kembali teringat waktu dulu, saat-saat sibuk menuntut ilmu. Jam segini sih, masih belum ada apa-apanya. Yah, inilah kehidupan, semua itu memang harus dengan susah payah diraih. Yang penting terus bersyukur, karena Allah dapat memberikan rezeki itu dari arah yang gak diduga-duga.

[berbagi dengan dirinya sendiri]
Previous
Archives