Monday, September 24, 2007
Remang Romantis
“Tertidur lagi, masih menangis dalam sela waktu dan tanganku ini masih memegang erat kepalaku. Semua yang membebaniku, sungguh membebaniku. Lelah tetap mengalir langkahku mencoba tetap berdiri ku menangis, masih tetap mencari langkahku memahami beban itu”. Lagu itu terus bermain-main di pikiran Rena, kenapa bersedih kenapa airmatanya berderai. Isak tangisnya suarakan hati yang perih, semuanya campur menjadi satu tentang sebuah kerinduan terhadap orang-orang yang telah jauh meninggalkan hidupnya. Rindunya kepada Almarhumah Bunda tercinta dan seribu bayangan hilang.

Rena merasa setiap kebahagiaan yang menjelma dihidupnya selalu cepat terrenggut. Dalam hatinya terus berujar “Aku memang tidak pantas bahagia, aku tidak pantas untuk dikasihi”. Rena melihat dirinya seperti dust in the wind, “Manusia memang tidak sempurna namun izinkanlah saya bahagia Ya Robbi” dalam doanya lirih. “Jangan sampai aku ditinggalkan, aku tidak akan sanggup menerima itu”. Sadar betapa berartinya dia saat ini, menatap fotonya Rena terus menangis. “Ya Robbi, terima kasih Engkau hadirkan dia kekasih yang baik hati. Jangan pisahkan kami, Saya mohon buatlah segala sesuatunya menjadi mudah untuk kami”.

Handphonenya berdering, alunan lagu Joss Stone tandakan Felix memanggilnya.
Felix :“Asalammualaikum, lagi ngapain Ren?”
Rena : “Wa alaikum salam, aku lagi tidur-tiduran aja. Kamu dimana, dirumah ya?”
Felix : “Iya, Ren ... aku ke rumah kamu ya”
Rena : “Ok, hati-hati ya”
Waktu berselang, tibalah Felix di rumah Rena.
Felix : “Hi, kenapa kok lemes banget sih kelihatannya?”
Rena : “Ah, nggak kenapa-napa kok. Sebentar ya aku ambil minum dulu”.
Felix : “Ren, keluar yuk, aku suntuk nih”

Motornya melaju cepat, mengejar waktu. Tak ingin sesampainya disana sudah tutup. Rena memeluk erat tubuh kekasihnya, matanya masih terasa berat karena menangis. Hanya tiga puluh menit mereka luangkan waktu di pusat perbelanjaan itu. Lalu kembali melaju ke sebuah tempat makan lesehan di kawasan Gintung. Riuh suara pengunjung tertawa mendengar banyolan yang disajikan, suasana remang yang romantis menghantarkan mereka pada meja kecil. “Aku pengen bihun goreng dan minumnya cocacola aja” kata Rena. Felix pun mulai memilih menu apa kali ini, namun ternyata dimanapun tempatnya dan apapun jenis menu makanannya, tetap saja pilihan Felix jatuh pada nasi goreng.

Makanan siap dipesan, Rena menyandarkan tubuhnya dan menatap Felix yang duduk membelakanginya. Sesekali mereka ikut tertawa mendengar lawakan entertainer yang sengaja dihadirkan untuk menghibur pengunjung. Bukan hanya itu hiburan live musiknya juga menambah seru suasana. Baru kali ini Rena melihat konsep yang sangat menarik dan beda untuk sebuah tempat makan lesehan.

Makan malam yang indah, kesedihan dan beban yang sebelumnya terus menggelayuti perasaan Rena, perlahan lepas dan matanya sesekali mengarah pada kekasihnya itu. Felix bertanya “Kamu kenapa Ren, kok ngelamun sih. Kayak ada yang lagi kamu pikirin?”, Rena hanya tersenyum, dalam hatinya memang ingin mengatakan sesuatu namun entah apa yang menahannya. Rena tertunduk dan hatinya berkata “Felix kamu sangat berharga dalam hidup aku, berjanjilah jangan pernah tinggalkan aku karena aku tidak akan sanggup apabila itu terjadi”. Felix kembali bertanya “Hus, Ren ... kamu kenapa sih, ngelamun lagi deh”. Rena menatapnya, tatapan itu punya arti yang dalam. Dari bibirnya terdengar kalimat yang tidak Felix mengerti maksudnya “Sayang, terima kasih ya untuk semuanya” ucap Rena.

Rena sangat menikmati kebersamaannya dengan Felix, hingga waktu menjelang tengah malam mereka pun kembali pulang. “Terbelenggu cintamu terhempas ku di dalam pelukanmu. Bermandikan air surga membasuh jiwa menghempaskan seluruh dahaga. Dekaplah diriku kasih bawalah aku melayang bersamamu, menyusuri ruang hati yang penuh kasih berhiaskan cinta abadi. Berikan aku cinta suci yang terdalam dari hatimu, berikan aku kasih putih yang tulus darimu. Selalu ku berharap semuanya abadi”.

[kasih putih yang tulus]
Friday, September 21, 2007
Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik
Puas banget rasanya selama perjalanan pulang kantor sudirman – ciputat di bus Rena berdiri, rasanya sudah tidak sanggup lagi ingin melepas sepatu haknya. Sopir yang ugal-ugalan itu bikin perutnya mual, dengan kuat Rena berpegangan pada bagian penyimpanan barang yang berada diatas kursi penumpang. Ternyata bukan hanya Rena yang merasa tidak nyaman dengan situasi itu, penumpang yang lain justru bergantian berteriak memperingati sopir ugal-ugalan tersebut.

Alhamdullilah akhirnya sampai juga, langkahnya langsung menuju tenda pinggir jalan ciputat. “Bang, bakso kuah soto ya, pake mi putih, toge, ceker dan nasinya satu”. Selama menunggu, Rena memijat-mijat kakinya yang sakit karena berdiri. “Kenapa kakinya mba?” Tanya pelayan disana, “Iya nih, sakit kaki saya tadi berdiri di bus” sahut Rena. Tidak lama kemudian menu yang ditunggu-tunggu tiba, diawali dengan basmalah Rena mulai menyatap bakso kuah soto itu. Nikmat luar biasa berbuka kali ini, sampai Rena lupa dengan sakit dikakinya.

Jam 18.35 sampailah Rena dirumah, dinaikinya anak tangga satu persatu. Dia atas tempat tidur Rena berbaring, sejenak melepas lelah. Masih ada waktu untuk shalat Maghrib, Rena langsung berwudhu dan menunaikan kewajibannya. Selesai shalat, Rena berbaring lagi di tempat tidurnya. Sekarang sakit dikakinya mulai terasa lagi, “cararangkel pisan ni awak” ucapnya dalam bahasa sunda. Gak lama kemudian sms masuk, Rusmi sepupunya nanya apa Rena masih nyimpan daftar harga produk kecantikan langganannya. Rusmi minta tolong diliatin harga salah satu produk yang ingin dibelinya.

Rena lalu membuka-buka laci dan mulai mencari daftar harga tersebut, entah terselip dimana daftar harga itu belum juga ketemu. Pikirnya mungkin di dalam folder pink ini, karena kecerobohannya isi yang ada di folder itu berjatuhan. Rena memungut dan membereskannya kembali, diantara kertas-kertas itu Rena menemukannya. Namun bukan daftar harga yang ditemukannya, melainkan foto waktu penikahan teteh Nina. Di foto itu kedua mempelai berdiri di pelaminan didampingi Rena dan Prian. Ada juga salah satu foto yang lain saat Prian, Rena dan Rusmi duduk di kursi penerimaan tamu.

Karena foto-foto ini, pikirannya jadi kembali lagi ke masa lalu. Dalam bayangannya kini, Prian bersading di pelaminan itu dengan wanita pilihannya, dan Rena entah dengan siapa kelak siap mengikuti jejak Prian yang terlebih dulu mendahuluinya. Tersemat doa dihati dan dalam sadarnya memohon “Ya Tuhan, berkahilah dia dengan kebahagian, kesuksesan, kesehatan tanpa kekurangan sesuatu apapun dalam hidupnya”. Rena tidak menangis, sebaliknya dia tersenyum bahagia, karena Prian pasti sangat bahagia. Sadar bahwasanya dulu sikapnya telah banyak menorehkan luka dihati pria masa lalunya ini. Rena menjadikan ini pelajaran yang berharga. Dihatinya bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kini yang membara dihatinya hanyalah Felix, kekasihnya tercinta.

[nothing lasts forever]
Thursday, September 20, 2007
Putaran Roda Nasib
Senang dengarnya waktu baca email dari Dinda, dia bilang nyaman dengan tempat kerjanya yang baru. Yang lebih seru lagi sekarang Dinda dilanda kasamaran dengan si Mr. Tall, Rena biasa menyebutnya. Jadi ingat beberapa bulan yang lalu, Rena mempromosikan dirinya melalui blog. Tak perduli dengan sindiran teman-temannya, yang penting semoga dengan usaha itu Rena menemukan tambatan hatinya. Membaca postingan itu Dinda membuka jalan tuk berkenalan dengan sosok Felix. Pertemuan itu akhirnya terjadi, dari pembicaran dan kopi darat yang terus menerus, timbul keinginan untuk lebih jauh lagi mengenal Felix.

Pertemuan yang singkat, dan sesingkat itu hati Rena terus tumbuh, menyayanginya tanpa syarat. Rena seperti melihat sosok dirinya ada pada Felix, seperti bayangan yang terus mengikutinya. Apa adanya Felix itulah yang membuat hati Rena terbuka, kini dialah yang terpenting dan sumber semangat dalam hidupnya.

Dalam emailnya Dinda bertanya “How your life ?”
“Talking about how is my life” Rena mengungkapkan keluh kesahnya
“Well, nothing change ... standart thing. Still looking for any opportunities ahead, constantly applying for a job. The last progress that I got an interview at ‘xxxxx’ last week. Hmmm ... now is waiting & waiting - - what a bored”.
Dinda bilang “Be patient. I believe God already prepare the best job for you. Hope it can come true as soon as possible”.

I do believe with GOD, I do believe that be patient is the only way to think positive for what we’ve been thru, ungkap Rena dalam hati. Karena putaran roda nasib itu hanya Tuhanlah Yang Maha Mengetahui, manusia hanya bisa berusaha dan berdoa. Seperti doa Rena usai shalat Tahajud pukul tiga pagi tadi, “Ya Allah saya tidak berdaya, kuatkan hati saya ini, berikan saya kesabaran dan keikhlasan yang lebih di setiap detik hidup saya. Mudahkan segala sesuatu yang menjadi urusan kami sesulit apapun itu, Ya Allah saya mohon kabulkanlah dengan Ridho dan KuasaMu” Amien.

[bertahan]
Wednesday, September 19, 2007
Berbuka Dengan Airmata
Jam 3 pagi suara alarm berbunyi, isyarat tuk lekas bangun. Tak kuat menahan kantuk, Rena kembali melanjutkan tidurnya. Namun belum sempat terlelap handphonenya kembali bernyanyi hingga terperanjat bangun dan segera mengangakatnya. Rena tau benar siapa yang ada ada di ujung telephone itu, “Assalamualaikum, sahur ... sahur ... !!” itu yang pertama kali terdengar, “Wa alaikum salam” jawab Rena dengan suara manja.

Dia adalah pria yang terpenting dan sumber semangat dalam hidupnya saat ini. Selesai berbincang-bincang, Rena bergegas mandi. Tak perduli hawa dingin menyelimutinya. Masih ada waktu sekitar 25 menit untuk menunaikan sahur.

Waktu adzan subuh tiba dan berkumandang dengan indah, dari jendela kamarnya Rena melihat ke arah langit sambil mengucap puji-pujian kepada Yang Maha Kuasa lantas segera menunaikan shalat subuh. Setelah itu besiap-siap untuk pergi bekerja, hanya butuh 20 menit untuk berdandan yang cantik dan mengenakan stelan yang matching. Jeans plus kaus berkerah hitam dipadupadankan dengan kemeja tak berlengan berwarna merah. Wajahnya berbinar-binar, tak lepas senyuman dibibirnya.

Dua jam setengah waktu yang di tempuh ke kantor, langkahnya bergerak cepat menuju lift. Nyaris saja lift itu meninggalkannya, namun laki-laki yang ada didalamnya segera menahan laju lift tersebut dan mempersilakan Rena ikut, mereka berdua tersenyum saling memandang. Sesampainya di lantai yang dituju, kali ini Rena yang menahan pintu itu dan mempersilahkan laki-laki tadi masuk ke dalam ruangan. Hal biasa yang sering terjadi di pagi hari, hanya prilaku santun tak ada ketertarikan lebih jauh.

Tugas menanti, Rena menyalakan komputernya, mengecek email yang masuk dsb. Tak terasa waktu bergulir dengan cepat, saat ini menunjukan jam 12.15 siang. Tidak ada rencana keluar, bulan puasa begini rutinitasnya di dalam kantor saja. Handphone berdering, teman dekat menyapa “Pa kabar bu?” ... lalu mereka ngobrol panjang lebar. Gelak tawa tercipta, namun bersamaan itu pula tawanya sontak terhenti. Karena apa yang baru saja didengarnya kembali mencongkel luka lama.

Lia : “Ren, tau gak temanku bilang Prian sudah menikah”.
Rena : “Oh, iya ... kamu tau dari siapa?’’
(meski terdengar biasa saja dengan kabar itu, namun siapa yang tau dalam hati Rena, karena Prian adalah laki-laki di masa lalunya)
Lia : “Aku tau dari salah satu teman, sepertinya Prian memang sengaja gak ngundang karena gak banyak yang tau”.

Rena terdiam, lalu kembali terdengar bibirnya berucap “Syukurlah, semoga dia selalu bahagia”. Mendengarnya Lia merasa bersalah, karena telah memberitahukan hal ini. Dari bibir Rena sendiri, akhirnya Lia tau semua tentang sebuah kejujuran yang selama ini dipendamnya bertahun-tahun. Bahwa meski tak lagi bersama Prian dan dengan siapapun akhirnya Rena pernah berbagi hati, tak jua sepenuhnya mampu melupakan kenangan bersama Prian.

Baru beberapa bulan ini Rena belajar untuk menerima takdir bahwasanya tidak mungkin berharap segalanya kan seperti dulu saat bersama Prian, sampai laki-laki yang saat ini dekat dengannya mampu perlahan hapus perih masa lalu. Kini telah terjawab semua bahwa Tuhan sudah mengatur jalan hidup yang ditetapkanNya, meski tak selalu sama dari harapan umatNya pasti inilah keputusan yang terbaik.

Dua tahun mengenal dekat Prian, suka dan duka. Bertahun-tahun sulit begitu saja melupakan, melepasnya tidaklah mudah, berkorban perasaan, berteman airmata. Kenapa kasih dan sayang itu harus ciptakan luka? Prian telah menentukan takdir hidupnya, lalu Rena harus bagaimana?

Di sepanjang perjalanan pulang, hatinya kosong. Masih terngiang di kepalanya apa yang pernah Prian ucapkan. “Aku benci diriku sendiri Ren, hidupku terasa hampa dan kosong, aku memang pecundang Ren, maafkan aku ... masih banyak laki-laki yang lebih baik dari aku Ren, aku kan dah gak pantas jadi cowo kamu”. Sampai detik ini Rena tidak mengerti arti kalimat yang Prian utarakan, dia begitu pintar menutupi perasaannya. Kini banyak pertanyaan hadir dalam pikirannya “Apakah Prian benar-benar mencintai wanita pilihan hidupnya, apakah aku benar-benar telah mati, apakah dia sengaja menguburku dipikirannya?” Tidak hanya itu, Prian juga bilang “I will remember you in my mind”. Dan berbagai pertanyaan pun terlontar dari bibir Prian ”Sebenarnya laki-laki seperti apa yang kamu cari Ren?”, “Laki-laki yang Allah ridhoi” jawabnya - Prian membalas "Semuanya juga diRidhoi Allah Ren". “Kenapa kamu selalu kabur kalau ada aku?” Rena tak menjawab hanya ditanggapi dingin dan keras hati, dia lebih suka melihat Prian menderita daripada memberinya cela tuk kembali, apalagi Rena harus menjilat ludahnya sendiri. Dulu Rena bisa tidak perduli dengan Prian, namun mengapa sekarang kabar itu seolah-olah menggangu pikirannya.

Adzan maghrib berkumandang, saatnya berbuka. Namun Rena tak punya apa-apa untuk membatalkan puasanya, sudah lelah hati ditambah pula lelah raga karena terperangkap macet yang panjang. Hanya rasa asin pekat dibibir Rena, sesaat sadar itu adalah airmatanya. Rena berbuka dengan airmata, airmata yang sejak tadi tertahan, kepalanya tertunduk, tak ingin orang lain tau apa yang sedang berkecambuk didalam hatinya.
“Ya Tuhan, hubunganku dengan kedua orang yang kusayang telah terputus, tolong saya ... mudahkan jalan ini, kalau dia jodoh saya jangan sampai kami terpisahkan. Saya tidak ingin menangis dan bersedih seperti ini. Saya hanya ingin bahagia bersamanya, karena dia yang terpenting dan sumber semangat dalam hidup saya saat ini”.

[can’t turn back the year]
Thursday, September 13, 2007
NganTuk
Padahal tadi pagi jalan dari rumah dah di siangin, eh sampe kantor malah masih pagi juga. Secara anak sekolah pada libur jadi jalanan lumayan lancar. Pas sampe kantor kok malah banyak orang-orang berkerumun di luar gedung "wah, ada apa ini?", tau-taunya telah terjadi gempa gitu. Makanya pada gak berani naik gedung, lain halnya dengan gue yang dari tadi dah kebelet mao PUB&PEE, melihat kondisi ini gak ngaruh lah, yang ada langsung ke atas untuk mengakhiri penderitaan yang dari tadi ngeganjel perut gue.

Kerjaan beres, pas jam 12.00 gue sholat berjama'ah abis sholat malah di serang ngantuk gak ketulungan - dahsyat bener. Meskipun dipaksain melek rasanya gak sanggup nahannya. Finally mencari-cari bantal imuet yang bisa dipinjem, tapi malah gak mao minjemin katanya udah PW (posisi wenak) Ya udah ke WC deh cuci muka biar fresh, udah di depan komputer tetep aja ngantuk berat.

Untung pada akhirnya ada temen yang rela minjemen batalnya buat gue bersandar dan memanjakan kantuk ini. Sekarang sih dah mendingan, tapi kalau gini rasanya pengen cepet-cepet pulang. Ya Allah ini baru hari pertama, kenapa perut kok bentar-bentar kembung angin gini ya.
Tuesday, September 11, 2007
BeginiBegitu
Bentar lagi puasa, kalau tahun kemaren jarang banget bisa tarawih karena ke ganjel urusan kuliah, mudahan-mudahan puasa kali ini lebih abdol deh. Banyak dapet email dari temen-temen yang ucapin mohon maaf dan selamat berpuasa.

Tadi lunch di HokBen-PS, dasar perut karung masih beli McD beef burger juga. Akhir-akhir ini perut jadi sering laper ya, apalagi kalau malam bisa dua kali dinner. Sampe kemaren temen ngomentarin pantat gue (plz deh perhatiin aja), dia bilang "Na, pantat lo nonjol abies ... padet loh, berat lo nambah ya". Begitulah hasilnya kalau banyak makan, tapi untungnya biar nambah beratnya masih enak diliat lah. Lagian daripada banyak pikiran, mendingan juga banyak makan.

Tadi dah minta tolong salah satu OB tuk dijadiin ojek buat nganter gue ke Slipi jam 3.30, yah mudah-mudahan aja lancar. Standar sih harapan gue sama itrvw ini, jalanin aja yang mesti di jalanin. Lagian hari ini sih gak tertalu hectic kerjaannya, jadinya bisa kabur dari kantor.
Previous
Archives